widgets

Rabu, 08 Januari 2014

Indonesia dan Korea Selatan Lanjutkan Proyek Jet Tempur KFX

07 Januari 2014

Kemhan menerima surat konfirmasi dari Korsel pada 3 Januari 2014 tentang kepastian dilanjutkannya proyek KFX (image : ilbe)

Merdeka.com - Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan sepakat melanjutkan kembali proyek jet tempur Korean Fighter Xperiment (KFX)/Indonesian Fighter Xperiment (IFX). Sebelumnya pemerintah Korsel sempat menghentikan proyek ini secara sepihak. 

"Ada berita gembira pengembangan pesawat KFX/IFX dilanjutkan. Beberapa waktu lalu berhenti, tetapi sekarang sudah disetujui parlemen Korea Selatan dan ditindaklanjuti," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Selasa (7/1).

Proyek bersama yang dimulai pada 2011 lalu telah berhasil menyelesaikan tahap pertama Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012. Indonesia telah mengirim 37 insinyur ke Korsel.

Menurut Menhan, tidak ada perubahan dalam kerja sama dengan Korsel, meski proyek bersama itu sempat tertunda lantaran ada pergantian pemerintahan baru dan parlemen baru.

"Mereka minta ke kita dan ternyata sudah diuji. Keputusannya sudah 'On'. Apa yang kami lakukan dulu kita lanjutkan ke tahap berikutnya, akhir rensra kedua kita sudah punya prototipe KFX dan IFX," tuturnya.

Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan, Kemhan menerima surat konfirmasi dari Korsel pada 3 Januari 2014 tentang kepastian dilanjutkannya proyek bersama itu.

Dalam surat konfirmasi itu disebutkan, budjet tahun 2015 sudah diputuskan parlemen Korea Selatan bahwa akan mengeluarkan anggaran untuk KFX 20 juta dolar AS dan Indonesia sebesar 5 juta dolar AS.

"Tahun 2015, kita masuki 'development manufacturing', sehingga pada 2014 ini kita akan segera siapkan personel engineering kita. Desain center Indonesia di Bandung akan kembali bekerja aktif 2015," paparnya.

Pesawat tempur KFX adalah pesawat tempur generasi 4,5 atau setingkat dengan pesawat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, pesawat ini lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk pesawat F-16 dan Sukhoi.

(Merdeka)

Australia Nilai TNI tidak Mampu Kendalikan Perairan Indonesia

Kupang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai tidak mampu mencegah pelanggaran perairan oleh tiga kapal perang Australia pada 19 Desember 2013.

Pelanggaran perairan Indonesia oleh kapal perang Australia terjadi lagi pada 6 Januari 2013. Itu pun tidak dicegah aparat keamanan Indonesia.

Kapal perang Australia masuk ke perairan Indonesia hingga 7 mil dari pesisir Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, untuk mengiring kembali perahu pengangkut imigran yang berlayar ke negara itu.

Penilaian pihak Australia itu disampaikan salah satu imigran, Rabu (8/1). "Tentara Australia bilang tentara Indonesia itu kecil. Tidak mampu berbuat apa-apa," kata Mohamed Abdirashid, 18, imigran asal Somalia.

Ia mengisahkan, selama pelayaran melintasi perairan Indonesia menuju Australia, lampu kapal perang tersebut dipadamkan termasuk pada malam hari. Pemadaman lampu tersebut bertujuan mengelabui aparat keamanan Indonesia.

"Kami berlayar hampir dekat ke Pulau Rote kemudian melihat perahu di kejauhan. Kami mengira itu kapal perang Indonesia, ternyata bukan," ujarnya. Oleh kapal yang ternyata milik Australia, Abdirashid diminta untuk terus jalan karena Pulau Rote sudah dekat.

Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni mendesak Pemerintah Indonesia khususnya TNI agar tegas kepada Australia. Pasalnya, keberadaan kapal perang Australia di perairan Indonesia yang tanpa izin merupakan pelecehan.

"Tindakan Australia menghalau para imigran sampai perairan Indonesia merupakan pelecehan yang harus diambil tindakan tegas oleh Jakarta," katanya.

Imigran Timur Tengah yang dihalau kapal perang Australia kembali ke Indonesia sebanyak dua kali. Pertama pada 19 Desember 2013 sebanyak 47 orang. Kedua pada 6 Januari 2014 sebanyak 45 orang sehingga total imigran yang ditampung di sebuah hotel di Kota Kupang sebanyak 93 orang.

Kepala Imigrasi Kupang Silvester Sililaba mengatakan imigran ditampung di hotel karena Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang saat ini penuh.(Palce Amalo)

  Metro  

P18.9-B FA-50 Trainer Jet Project Hangs; DND Pitches Counteroffer to Koreans

08 Januari 2014


KAI F/A-50 Golden Eagle (photo : aereo)

MANILA - The project to procure 12 units of Korean trainer jets worth a total P18.9 billion for the Philippine Air Force continues to hang over issues of downpayment and after-sales service turnaround, but the Department of National Defense, which recommended a counter-offer, remains confident the deal will push through.   

Apparently, sources said, President Benigno Aquino III himself seemed not keen on signing the contract owing to the hurdles that cropped up in DND negotiations with manufacturer Korean Aerospace Incorporation (KAI) for the sale of the 12 FA-50s.

Among the key issues, as identified earlier by Undersecretary Fernando Manalo, is the 52 percent “advance payment” sought by KAI before it starts production. Republic Act 9184 only allows 15-percent advance payment.

Manalo is head for Finance, Munitions, Installations and Materiel of the DND.

The second major issues revolves around KAI’s reluctance to accept the Philippine government’s terms for it to deliver spare parts within 30 to 45 days upon receipt of notice.

“The turnaround time, our standard turnaround time is between 30 and 45 days upon receipt of the notice of the proponent, and that the warranty is still valid. They have to deliver the spare parts so we can immediately replace the defective spare parts. I think the warranty is two years or 600 hours, whichever comes first,” said Manalo. He explained that the dispute stems from KAI’s insistence on a 180-day turnaround, which DND deems too long. 

The issues notwithstanding, Defense Secretary Voltaire Gazmin is optimistic negotiations can still proceed. At Tuesday’s joint DND-Armed Forces New Year Call at Camp Aguinaldo in Quezon City, Gazmin said the department recommended a counteroffer to KAI, which they are asking Malacanang Palace to clear.

“Nag-submit na kami ng recommendation to the President for his approval…Ang recommendation nito [We submitted our recommendation to the President for his approval. The recommendation] is progressive billing,” he said.

Should the project push through, delivery of the first batch of the units is targeted in 2015. This means delivery will only be completed after President Aquino’s term ends. 

Military insiders earlier expressed doubts over the wisdom of the FA-50 negotiations, saying among others that the jet platform is not what the country needs for territorial defense. “Painfully, the much touted FA-50 Lead-In Fighter has revealed itself to be newly designed short-range trainer aircraft with recent certifications for only very basic weapons; in effect, just enough rhetoric to label it a Lead-In Fighter, as opposed to its true form, an Advanced Jet Trainer with limited weapons,” one source said.

Another source had another track: “As FA-50 negotiations continue and the request for a P10-billion down payment looms, the DND should look towards its counterparts in Brazil, where the Super Tucano is manufactured.  After a long number of years of extensive research, study, and consideration, Brazil has just announced its choice for its next Multi-Role Fighter aircraft,” he said. 

Compared to the Super Tucano, the source added, “the FA-50’s combat capability is disappointing.  The propeller-driven Super Tucano can travel further, stay on patrol longer, and is a combat-proven aircraft with a myriad of advanced weapons, superior to the weapons of the FA-50.  Although not a Multi-Role Fighter, the Super Tucano’s combat abilities quite embarrass those of the FA-50.”

3 Firms Interested to Upgrade BRP Artemio Ricarte

08 Januari 2014


PS-37 BRP Artemio Ricarte corvette (photo : angelfire)

3 firms interested in P216-M Navy project
MANILA, Philippines - Three companies have expressed interest to undertake the P216-million upgrade project of the Navy’s patrol vessel BRP Artemio Ricarte.

The STAR learned yesterday that the three companies are Colorado Shipyard, Keppel Marine Philippines Inc. and FF Cruz & Co. Inc.

It remains uncertain as to whether these companies would submit bids for the  project.

One of the Navy’s three Jacinto-class ships, the Ricarte   is currently deployed within the Manila-Cavite area.

The other two are BRP Apolinario Mabini and BRP Emilio Jacinto, both of which can be used for maritime patrols and interdiction.

The P216-million project constitutes the second phase of the Jacinto-class patrol vessels’ marine engineering upgrade project.

It will include hull repairs and the improvement of the ship’s electrical plant and control and monitoring systems.

The first phase was completed in 2005 and involved the upgrading of command and control systems and installation of cannons, compass and radars, among other equipment.

To be qualified, prospective bidders must have completed a similar contract within five years from the submission of bids.

A complete set of bid documents may be purchased from the defense department’s Bids and Awards Committee for P50,000.

They may also be downloaded from the Philippine Government Electronic Procurement System website provided that the bidder will pay for them before the submission of bids.

Late bids as well as those that are higher than the approved budget will be rejected.                 

Boeing, Thales Australia Chosen for AUD1 Billion ADF Helicopter Training Contract

08 Januari 2014


Boeing Defence Australia and Thales Australia bid would utilise the Eurocopter EC135 as its helicopter platform. (photo : helidecks)

Boeing Defence Australia and partner Thales Australia have been selected as preferred tenderer to provide a new helicopter training system to meet the future rotary-wing training needs of the Australian Defence Force (ADF), well-informed sources disclosed to IHS Jane's on 7 January.

Official confirmation was not immediately available, but the sources said the three shortlisted tenderers for Air 9000 Phase 7 - Australian Aerospace, Boeing Defence Australia and Raytheon Australia - were advised of the government's decision on 6 January.

Army and Royal Australian Navy (RAN) students will be trained from 2017 in Nowra, New South Wales, under the framework of the Helicopter Aircrew Training System (HATS) programme, which is valued at up to AUD1 billion (USD900 million).

Helikopter Mi-17 Akan Diperbaiki di Rusia

08 Januari 2014

Helikopter Mi-17 TNI Angkatan Darat (photo : happyblogkharisma)

Panglima TNI: Heli Mil Mi-17, Segera Pulang Kampung ke Rusia

Jakarta, Seruu.com - Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko memastikan Helikopter Mil Mi-17 akan pulang kampung ke pabriknya di Rusia dalam rangka perbaikan dan penyesuaian dengan kebutuhan TNI. 

Panglima menjelaskan, pihak TNI juga sedang melakukan penjajakan di Vietnam yang dikabarkan juga mempunyai kemampuan  untuk perbaikan Mil Mi-17, agar bisa menekan biaya dan mempersingkat jarak.

“Helikopter Mi-17 akan dipulangkan ke negara asalnya di Rusia jika memang sudah masuk tahapan  perbaikan dan penyesuaian kebutuhan TNI, namun demikian kami juga menjajaki kemungkinan perbaikan dilakukan di Vietnam, kabarnya di Vietnam sudah mampu melakukan perbaikan, jadi  tidak harus jauh-jauh ke Rusia,” tutur Panglima kepada wartawan di sela-sela acara Rapim TNI 2014 di MABES TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (8/1/2014).

Sekedar diketahui, salah satu Helikopter TNI AD itu jatuh di wilayah Pujungan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu (9/11/2013). Heli  jenis MI-17 itu masih dalam kondisi baru. Heli tersebut berangkat dari Tarakan, Kalimantan Utara, sekitar pukul 09.45 WITA  menuju perbatasan Malaysia dengan mengangkut 1.800 Kg logistik untuk keperluan pembangunan pos perbatasan di Long Bulan atau daerah Tunjungan, Malinau. Berselang beberapa saat kemudian sekitar pukul 10.30 WITA, heli tersebut hilang kontak dengan otoritas Bandara Tarakan. Tidak ada komunikasi apapun sejak saat itu dari sang pilot.

Helikopter yang mengangkut logistik dan material itu jatuh di Long Pujungan, Malinau. Helikopter yang mengangkut 19 orang terdiri atas tujuh anggota TNI dan 12 warga sipi,

Dari 19 penumpang Heli, 13 orang meninggal dunia dan 6 orang mengalami luka bakar.

Heli Mil Mi-17 (juga dikenal sebagai seri Mi-8M di kedinasan Rusia) adalah helikopter angkut kelas menengah rancangan Rusia. Saat ini helikopter ini diproduksi di dua pabrik, yaitu di Kazan dan Ulan-Ude. Helikopter ini adalah pengembangan dari Mil Mi-8 yang menjadi andalan Pakta Warsawa semasa Perang Dingin. Indonesia juga mempunyai beberapa Mil Mi-17 yang dioperasikan oleh TNI-AD. 

Jumat, 20 Desember 2013

sori mimin bru update sekarang dan kli ini kita akan membahas Apa Itu Anti- Submarine Warfare (ASW Sensor)


Mendeteksi kapal selam
tersembunyi dimulai dengan
mempertahankan kit alat sensor
yang berbeda. Setiap sensor
memiliki aplikasi khusus yang
counter operasi kapal selam yang
berbeda. Banyak dari sensor
melengkapi dan menguatkan satu
sama lain untuk meningkatkan
efektivitas ASW sernsor. ASW
dibagi
menjadi dua jenis dasar; akustik
dan
non-akustik. Dalam beberapa
penggunaan, ini sensor akustik
dan
non-akustik yang biasanya disebut
sebagai sensor basah dan kering
sensor non-akustik meningkatkan
kemampuan deteksi yang
disediakan
oleh sensor akustik.Sensor ini
menggunakan radar untuk
mendeteksi periskop terekspos dan
permukaan lambung, sistem
elektro-
magnetik untuk mencegat emisi
radar dari kapal selam, receiver
infra-merah untuk mendeteksi
tanda
panas muncul dari kapal selam,
atau
Detektor Anomali Magnetik (MAD)
merasakan perubahan kecil dalam
medan magnetik bumi yang
disebabkan oleh berlalunya kapal
selam. Teknologi canggih ini lebih
ditingkatkan oleh pengintai
waspada
yang hati-hati pemindaian
permukaan laut yang bergolak
untuk
periskop kapal selam
Sensor Radar
sensor radar telah digunakan sejak
Perang Dunia II untuk mendeteksi
kapal selam muncul atau
snorkeling.
Saat itu, kapal selam diandalkan
baterai mereka untuk operasi
terendam.Akhirnya baterai akan
menjadi kering mereka ke titik di
mana mereka dipaksa untuk
kembali
ke permukaan dan mengoperasikan
mesin diesel mereka untuk kembali
mengisi baterai.Sementara
muncul,
kapal selam itu sangat rentan
terhadap deteksi oleh radar dan
sensor visual. Penambahan
snorkeling mengaktifkan sebuah
kapal selam untuk mengoperasikan
perusahaan pengisian baterai-
mesin
diesel dan meminimalkan eksposur
radar dan sensor visual. Selain itu,
radar pengacau gelombang laut
sekitarnya terbatas dan deteksi
visual. Juga, pengembangan sensor
elektro-magnetik berbasis kapal
selam-kapal selam yang disediakan
dengan peringatan suffficient
untuk
menyelam jika emisi radar
terdeteksi
mendekat.
Akhirnya, kapal selam nuklir
dikembangkan yang mana
mengeliminasi kebutuhan untuk
mengisi ulang baterai secara
berkala. Meskipun kemajuan
penting
ini, tidak semua negara mampu
membangun kapal selam nuklir
karena alasan keuangan dan
teknologi. Mereka yang tetap
berkomitmen untuk tenaga diesel
mengejar teknologi yang
membatasi
berapa kali kapal selam harus
mengisi ulang baterainya. Namun,
banyak kapal selam masih harus
menggunakan periskop mereka
untuk memberikan klasifikasi visual
target akhir sebelum serangan.
Karena ini persyaratan untuk
verifikasi sasaran, sistem radar
masih digunakan untuk
mendeteksi
periskop kapal selam.
sistem radar udara harus ringan,
namun cukup mampu untuk
operasi
ASW, deteksi jarak jauh dan
pengawasan kapal permukaan,
navigasi udara, dan cuaca . Untuk
itu, banyak sensor ASW sistem
radar
radar menggunakan frekuensi yang
berbeda, kecepatan scanning,
karakteristik transmisi, diuagram
gelombang panjang, dan metode
pemrosesan sinyal yang
mengurangi
kekacauan siklus gelombang laut
dan
meningkatkan kembali radar dari
perikop-perikop terbuka dan
lambung kapal selam. Kapal selam
bermusuhan dengan menggunakan
sensor elektro-magnetik, namun
masih dapat mendeteksi emisi
radar
pesawat ASW pada jarak yang jauh
lebih besar daripada pesawat
dapat
mendeteksi kapal selam dengan
radar. Namun demikian, ancaman
dari deteksi radar cukup untuk
menjaga kapal selam tenggelam.
Radar sistem sekarang digunakan
di
atas kapal Angkatan Laut AS ASW
pesawat termasuk AN/APS-115
(P-3C), AN/APS-124 (SH-60B), dan
AN/APS-137 (S-3B, beberapa
P-3Cs).
Anomali Magnetik Detection (MAD)
Sensor
MAD sensor digunakan untuk
mendeteksi perbedaan alam dan
buatan manusia dalam medan
magnet bumi. Beberapa
perbedaan
ini disebabkan oleh struktur
geologi
bumi dan aktivitas matahari.
Perubahan lain dapat disebabkan
oleh berlalunya objek besi yang
besar, seperti kapal, kapal selam
atau bahkan pesawat melalui
medan
magnet bumi. operasi sensor MAD
pada prinsipnya mirip dengan
detektor logam yang digunakan
oleh
pemburu harta karun atau
perangkat
yang digunakan oleh perusahaan-
perusahaan utilitas untuk
menemukan pipa bawah tanah.
Untuk tujuan ASW, ASW pesawat
harus dasarnya hampir overhead
atau sangat dekat posisi kapal
selam
untuk mendeteksi perubahan atau
anomali.Rentang deteksi biasanya
berkaitan dengan jarak antara
sensor pesawat (“MAD head”) dan
kapal selam. Tentu, ukuran kapal
selam dan komposisi bahan
lambung
yang biasanya menentukan
kekuatan
anomali. Selain itu, arah
perjalanan
baik oleh pesawat dan kapal selam
relatif terhadap medan magnet
bumi. Namun demikian,
diperlukan
untuk deteksi anomali magnetik
membuat sistem MAD sebuah
sensor
yang sangat baik untuk
menunjukkan dengan tepat posisi
kapal selam sebelum meluncurkan
sebuah serangan torpedo udara
Untuk mendeteksi anomali,
pesawat
mencoba untuk menyelaraskan diri
dengan suara yang dihasilkan oleh
medan magnet bumi. Melalui
keterpaduan ini, suara muncul
sebagai nilai kebisingan konstan
yang memungkinkan operator
untuk
mengakui kontras anomali magnet
kapal selam . Namun, setiap
perubahan yang cepat dalam arah
pesawat atau pengoperasian
peralatan elektronik tertentu dan
motor listrik dapat menghasilkan
begitu banyak kebisingan pesawat
elektro-magnetik yang membuat
deteksi signature magnetik kapal
selam itu hampir mustahil. sirkuit
elektronik Khusus diaktifkan untuk
mengimbangi dan null dari
kebisingan pesawat ini magnetik.
Selain itu, head (pusat sensor)
MAD
ditempatkan jarak terjauh dari
semua sumber ganda . Itulah
sebabnya pesawat P-3C Orion
memiliki ekor yang berbeda
dengan
stinger atau “boom MAD”. Di S-3B,
ledakan serupa MAD terinstal dan
elektrik diperpanjang jauh dari
pesawat selama operasi MAD.
Selain
itu, SH-60B meluas perangkat
ditarik
disebut bird “MAD” untuk
mengurangi kebisingan pesawat
magnetik. Dengan terus kemajuan
di
kedua kompensasi dan teknologi
sensor, deteksi rentang untuk
sensor
MAD dapat ditingkatkan untuk
pencarian dan tahap lokalisasi misi
ASW. Saat ini semua variasi ASW
laut menggunakan pesawat dari
sistem MAD AN/ASQ-81. Sebuah
pesawat P-3C beberapa
menggunakan sistem muka MAD,
AN/ASQ-208 itu, yang
menggunakan
proses digital.
Electro-Magnetic (EM) Sensor
Electro-Magnetic (EM) sensor pasif
scan spektrum frekuensi radio
untuk
transmisi elektronik disengaja dari
pasukan yang bermusuhan. Emisi
ini
berasal dari pusat elektronik
tanah,
kapal, dan pesawat. Mereka juga
dapat dideteksi dari kapal selam.
Sebagai perbandingan, udara ASW
EM sensor adalah versi canggih
dari
radar detektor digunakan untuk
sinyal radar . Perbedaan, tentu
saja,
adalah bahwa Air ASW EM sensor
menyediakan semua detail yang
diperlukan untuk
mengklasifikasikan
dan pelokalan jenis emisi elektro-
magnetik yang telah terdeteksi.
Karena spektrum frekuensi radio
sangat kacau , ramah, dan emisi
elektronik netral, EM pesawat ASW
sistem dirancang untuk mencari
terutama untuk sinyal radar. Untuk
lebih mengurangi kekacauan
elektronik, perpustakaan tanda
digunakan untuk selektif mencari
sinyal radar kapal selam yang
spesifik dan mengabaikan sinyal
dari
sistem radar ramah dan netral.
Deteksi emisi elektronik,
bagaimanapun, adalah tergantung
pada kaptaen kapal selam yang
mengoperasikan radar kapal
selam.
Meskipun, EM sistem biasanya
tidak
salah satu dari sensor ASW utama,
fleksibilitas untuk mendeteksi
pesawat musuh dan kombatan laut
di rentang panjang membuat
sebuah
sensorefektif untuk semua misi
peperangan udara. potensi
keberadaan menghalangi operasi
sistem radar kapal selam memaksa
komandan kapal selam
mengandalkan sensor kurang
akurat
lain untuk mencari target. EM
sistem
diinstal pada pesawat ASW laut
meliputi AN/ALQ-78 dan AN/ALR-66
seri tentang P-3C Orion, yang AN/
ALQ-142 pada Seahawk SH-60B,
dan
AN/ALR-76 pada S-3B Viking.
Infra-merah (IR) Sensor
Infra-Red (IR) sensor digunakan
untuk mendeteksi tanda panas
yang
melampaui spektrum cahaya .
Mereka umumnya disebut baik
FLIR
(Forward Looking Infra-merah) atau
IRDS (Infra-merah Deteksi System).
Perbedaan utama antara FLIR dan
IRDS adalah FLIR yang pasif scan
untuk sumber IR maju dari
pesawat
sedangkan IRDS pencarian di
sekitar
pesawat. Perangkat sensor pasif
harus cryogenically didinginkan
untuk mendeteksi sumber IR.
Tanda
IR sendiri dapat ditutupi oleh air
hangat dan kelembaban yang
tinggi.
Ketika kondisi memungkinkan,
deteksi media dapat diperoleh
rentang yang setara atau bahkan
lebih baik dari rentang pencarian
visual normal. Pada malam hari,
sistem bekerja lebih baik selama
ada
perbedaan nyata dalam suhu
antara
sumber dan lingkungan latar
belakang. sistem inframerah untuk
operasi malam hari ASW telah
menggantikan metode sebelumnya
menerangi laut dengan baik sorot
atau flare; metode aktif pencarian
visual. Dengan menggunakan
sistem
pasif seperti FLIR baik atau IRDS,
komandan kapal selam yang lain
untuk memecahkan dilema apakah
akan snorkeling atau permukaan
pada malam hari. Sebagian besar
pesawat ASW memanfaatkan sensor
IR tidak hanya untuk ASW, tetapi
juga untuk pengintaian maritim.
Sensor Visual
kontak kapal selam Banyak yang
masih terdeteksi menggunakan
teknik scanning visual. Teknik-
teknik
ini kadang-kadang ditambah
dengan
perangkat canggih elektro-optik
teropong dan lainnya. komandan
Submarine masih waspada
menjadi
visual melihat dan menjaga
kecepatan aman saat periskop
mereka yang terkena sehingga
membangunkan tanda mereka
tetap
tidak jelas . Posisi Matahari dan
Bulan serta arah gelombang laut
merupakan faktor yang harus
komandan kapal selam harus
mempertimbangkan untuk tetap
diam-diam. Di beberapa wilayah
dunia, kapal selam tenggelam
memungkinkan untuk secara visual
terlihat. Selain itu, beberapa
aircrews dapat menggunakan
kacamata night vision untuk
membantu dalam deteksi visual
pada malam hari.