widgets

Selasa, 01 Oktober 2013

MENGINGAT INSIDEN DUEL UDARA F-16 TNI AU Dengan F/A 18 MILIK US NAVY di ATAS PULAU BAWEAN


Insiden Bawean adalah duel udara
pesawat tempur F-16 TNI-AU
dengan
pesawat tempur F/A 18 Hornet
milik
Angkatan Laut Amerika Serikat (US
Navy) yang menerobos masuk
wilayah Indonesia di atas
kepulauan
Bawean. Ini bukan latihan militer,
ini
kenyataan.
Tanggal 3 Juli 2003, kawasan udara
di
atas Pulau Bawean sontak memanas
ketika lima pesawat asing yang
kemudian diketahui sebagai
pesawat
F/A 18 Hornet terdeteksi radar TNI
AU.
Dari pantauan radar kelima Hornet
terbang cukup lama, lebih dari satu
jam dengan manuver sedang
latihan
tempur. Untuk sementara Kosek II
Hanudnas (Komando Sektor II
Pertahanan Udara Nasional) dan
Popunas (Pusat Operasi Pertahanan
Udara Nasional) belum melakukan
tindakan identifikasi dengan cara
mengirimkan pesawat tempur
karena
kelima Hornet kemudian
menghilang
dari layar radar.
Sekitar dua jam kemudian, Radar
Kosek II kembali menangkap
manuver Hornet. Karena itu
panglima
Konanudnas menurunkan perintah
untuk segera melakukan
identifikasi.
Apalagi manuver sejumlah Hornet
itu
sudah mengganggu penerbangan
komersial yang akan menuju ke
Surabaya dan Bali serta sama sekali
tak ada komunikasi dengan ATC
terdekat.
Dua pesawat tempur buru sergap
F-16 TNI-AU yang masing-masing
diawaki Kapten Pnb. Ian Fuadi/
Kapten
Fajar Adrianto dan Kapten Pnb.
Tony
Heryanto/Kapten Pnb. Satro
Utomosegera disiapkan. Misi kedua
F-16 itu sangat jelas yaitu
melakukan
identifikasi visual dan sebisa
mungkin menghindari konfrontasi
mengingat keselamatan penerbang
merupakan yang utama. Selain itu,
para penerbang diminta agar tidak
mengunci (lock on) sasaran dengan
radar atau rudal sehingga misi
identifikasi tidak dianggap
mengancam. Namun demikian,
untuk
menghadapi hal yang terduga
kedua
F-16 masing-masing dua rudal
AIM-9
P4 dan 450 butir amunisi kanon
kaliber 20 mm.
Menjelang petang, Falcon Fligh F-16
melesat ke udara dan tak lama
kemudian kehadiran mereka
langsung disambut dua pesawat
Hornet. Radar Falcon Fligh segera
menangkap kehadiran dua Hornet
yang terbang cepat dalam posisi
siap
tempur. Perang radar atau jamming
antara kedua pihak pun
berlangsung
seru. Yang lebih menegangkan
pada
saatyang sama, F-16 yang berada
pada posisi pertama telah dikunci,
lock on oleh radar dan rudal
Hornet.
F-16 kedua yang terbang dalam
posisi
supporting Fighter juga dikejar oleh
Hornet lainnya. Namun posisi F-16
kedua lebih menguntungkan. Jika
memang harus terjadi dog fight ia
bisa melancarkan bantuan.
Untuk menghindari sergapan rudal
lawan seandainya memang benar-
banar diluncurkan, F-16 pertama
lalu
melakukan manuver menghindar,
yakni hard break berbelok tajam
hampir 90 derajat ke arah kanan
dan
kiri serta melakukan gerakan zig-
zag.
Manuver tempur itu dilakukan
secara
bergantian baik oleh F-16 maupun
Hornet yang terus ketat menempel.
Melihat keadaan yang semakin
memanas, F-16 kedua lalu
mengambil
inisiatif menggoyang sayap (rocking
wing) sebagai tanda bahwa kedua
pesawat F-16 TNI-AU tidak
mempunyai maksud mengancam.
Sekitar satu menit kemudian, kedua
F-16 berhasil berkomunikasi dengan
kedua Hornet yang mencegat
mereka. Dari komunikasi singkat itu
akhirnya diketahui bahwa mereka
mengklaim sedang terbang di
wilayah perairan internasional. "We
are F-18 Hornets from US Navy
Fleet,
our position on International
Water,
stay away from our warship". F-16
pertama lalu menjelaskan bahwa
mereka sedang melaksanakan
patroli
dan bertugas mengidentifikasi
visual
serta memberi tahu bahwa posisi
F-18 berada di wilayah Indonesia.
Mereka juga diminta mengontak ke
ATC setempat, karena ATC terdekat
Bali Control belum mengetahui
status mereka.
Usai kontak Hornet AS itu terbang
menjauh sedang kedua F-16 TNI-AU
return to base, kembali ke
pangkalannya Lanud Iswahjudi
Madiun. Selain berhasil bertemu
dengan Hornet, kedua F-16 TNI-AU
juga melihat sebuah kapal perang
Frigat yang sedang berlayar ke arah
timur. Setelah kedua F-16 mendarat
selamat di pangkalan TNI-AU
menerima laporan dari MCC Rai
(ATC
Bali) bahwa fligh Hornet merupakan
bagian dari armada US Navy.
Namun
yang paling penting dan
merupakan
tolak ukur suksesnya tugas F-16,
Hornet AL AS itu baru saja
mengontak
MCC RAI dan melaporkan
kegiatannya.
Keesokan harinya TNI-AU terus
mengadakan pemantauan terhadap
konvoi armada laut AS itu dengan
mengirimkan pesawat intai B737.
Hasil pengintaian dan pemotretan
menunjukkan bahwa armada laut
AS
yang terdiri dari kapal induk USS
Carl
Vinson, dua frigat dan satu
destroyer
sedang berlayar diantara Pulau
Madura dan Kangean menuju Selat
Lombok. Selama operasi
pengintaian
itu pesawat surveillance B737 terus
dibanyangi dua F/A 18 Hornet AL
AS.
Bahan-bahan yang didapat dari
misi
itu kemudian dipakai oleh
pemerintah untuk melancarkan
"keberatan" secara diplomatik
terhadap pemerintah AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar